Sumbawa
Pulau Sumbawa merupakan salah satu pulau
terbesar di Provinsi NTB yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
1958. Secara geografis pulau Sumbawa terletak antara 116’ ; 42’ sampai 119 ;
05’ bujur Timur dan 80 ; 00 sampai 90 ; 71 Lintang Selatan, dibatasi di sebelah
Utara oleh Laut Flores, di sebelah Selatan Samudra Hindia (Indonesia),
disebelah Barat oleh Selat Alas dan sebelah Timur oleh Selat Sape. Sebelum
digabungkan dengan Pulau Lombok menjadi satu provinsi NTB, pulau Sumbawa
merupakan salah satu bagian dari Provinsi Nusa Tenggara yang sebelum tahun 1950
bernama Provinsi Sunda Kecil, bersama dengan pulau Bali, Lombok, Sumba, Flores
dan Timor Kepulauannya.
Ditinjau dari segi sejarah, di pulau
Sumbawa sejak 500 tahun yang lalu telah berjalan pemerintahan kerajaan yang
berkesinambungan dari abad 14 sampai dengan abad 20, yaitu Kerajaan Bima,
Dompu, dan Sumbawa. Masing-masing kerajaan mempunyai kesatuan pemerintahan Adat
dan perangkatnya dan wilayah kekuasaannya meliputi batas wilayah Kabupaten
sekarang ini.
Kerajaan-kerajaan yang pernah ada di pulau
Sumbawa adalah kerajaan Pekat dan Tambora, hilang setelah meletusnya Gunung
Tambora pada tahun 1814 dan Kerajaan Sanggar digabungkan ke Kerajaan Bima pada
tahun 1929, sebagai ganti daerah Manggarai di Flores yang dimasukkan ke wilayah
Pulau Flores.
Bahasa Sumbawa atau Basa Samawa adalah
bahasa yang dituturkan di bekas wilayah Kesultanan Sumbawa, yaitu wilayah
Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat. Jumlah penuturnya sekitar 300.000 orang
(1989). Dari segi linguistik, bahasa Sumbawa serumpun dengan bahasa Sasak.
Kedua bahasa ini merupakan kelompok dalam rumpun bahasa Bali-Sasak-Sumbawa,
yang pada gilirannya termasuk dalam satu kelompok “Utara dan Timur” dalam
kelompok Melayu-Sumbawa.
Dalam Bahasa Sumbawa, dikenal beberapa
dialek regional atau variasi bahasa berdasarkan daerah penyebarannya,
diantaranya dialek Samawa, Baturotok atau Batulante, dan dialek-dialek lain
yang dipakai di daerah pegunungan Ropang, seperti Labangkar, Lawen, serta
penduduk disebelah selatan Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang,
Jereweh, dan dialek Tongo. Dalam dialek-dialek regional tersebut masih terdapat
sejumlah variasi dialek regional yang dipakai oleh komunitas tertentu yang
menandai bahwa betapa Suku Sumbawa ini terdiri atas berbagai macam leluhur
etnik, misalnya dialek Taliwang yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar
keturunan etnik Bajau sangat berbeda dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh
komunitas masyarakat di Kampung Sampir yang merupakan keturunan etnik Mandar,
Bugis, dan Makassar.
Interaksi sosial yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok masyarakat Sumbawa menuntut hadirnya bahasa yang mampu
menjembatani segala kepentingan mereka, konsekuensinya kelompok masyarakat yang
relatif lebih maju akan cenderung memengaruhi kelompok masyarakat yang berada
pada strata dibawahnya, maka bahasa pun mengalir dan menyebar selaras dengan
perkembangan budaya mereka. Dialek Samawa atau dialek Sumbawa Besar yang cikal
bakalnya berasal dari dialek Seran, semenjak kekuasaan raja-raja Islam di
Kesultanan Sumbawa hingga sekarang dipelajari oleh semua kelompok masyarakat
Sumbawa sebagai jembatan komunikasi mereka, sehingga dialek Samawa secara
otomatis menempati posisi sebagai dialek standar dalam Bahasa Sumbawa, artinya
variasi sosial atau regional suatu bahasa yang telah diterima sebagai standar
bahasa dan mewakili dialek-dialek regional lain yang berada dalam Bahasa
Sumbawa.
Sebagai bahasa yang dominan dipakai oleh
kelompok-kelompok sosial di Sumbawa, maka Basa Samawa tidak hanya diterima
sebagai bahasa pemersatu antaretnik penghuni bekas Kesultanan Sumbawa saja,
melainkan juga berguna sebagai media yang memperlancar kebudayaan daerah yang
didukung oleh sebagian besar pemakainya, dan dipakai sebagai bahasa percakapan
sehari-hari dalam kalangan elit politik, sosial, dan ekonomi, akibatnya basa
Samawa berkembang dengan mendapat kata-kata serapan dari bahasa asal etnik para
penuturnya, yakni etnik Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bima, Sulawesi (Bugis,
Makassar, Mandar), Sumatera (Padang dan Palembang), Kalimantan (Banjarmasin),
Cina (Tolkin dan Tartar) serta Arab, bahkan pada masa penjajahan basa Samawa
juga menyerap kosa kata asing yang berasal dari Portugis, Belanda, dan Jepang
sehingga basa Samawa kini telah diterima sebagai bahasa yang menunjukkan
tingkat kemapanan yang relatif tinggi dalam pembahasan bahasa-bahasa daerah.
KESIMPULAN
Pulau Sumbawa merupakan salah satu pulau
terbesar di Provinsi NTB yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
1958. Secara geografis pulau Sumbawa terletak antara 116’ ; 42’ sampai 119 ;
05’ bujur Timur dan 80 ; 00 sampai 90 ; 71 Lintang Selatan, dibatasi di sebelah
Utara oleh Laut Flores, di sebelah Selatan Samudra Hindia (Indonesia),
disebelah Barat oleh Selat Alas dan sebelah Timur oleh Selat Sape. Sebelum
digabungkan dengan Pulau Lombok menjadi satu provinsi NTB, pulau Sumbawa
merupakan salah satu bagian dari Provinsi Nusa Tenggara yang sebelum tahun 1950
bernama Provinsi Sunda Kecil, bersama dengan pulau Bali, Lombok, Sumba, Flores
dan Timor Kepulauannya.
Bahasa Sumbawa atau Basa Samawa adalah
bahasa yang dituturkan di bekas wilayah Kesultanan Sumbawa, yaitu wilayah
Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat. Jumlah penuturnya sekitar 300.000 orang
(1989). Dari segi linguistik, bahasa Sumbawa serumpun dengan bahasa Sasak.
Kedua bahasa ini merupakan kelompok dalam rumpun bahasa Bali-Sasak-Sumbawa,
yang pada gilirannya termasuk dalam satu kelompok “Utara dan Timur” dalam
kelompok Melayu-Sumbawa.
Dalam Bahasa Sumbawa, dikenal beberapa
dialek regional atau variasi bahasa berdasarkan daerah penyebarannya,
diantaranya dialek Samawa, Baturotok atau Batulante, dan dialek-dialek lain
yang dipakai di daerah pegunungan Ropang, seperti Labangkar, Lawen, serta
penduduk disebelah selatan Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang,
Jereweh, dan dialek Tongo.
Objek wisata budaya yang ada di Pulau
Sumbawa adalah Dalam Loka, Wisma Praja/Wisma Daerah, Bala Kuning, Dusun
Pamulung, Desa Tepal, Desa Poto, Pulau Bungin, Pantai Saliper Ate, Pantai
Kencana, Samongkat, Pulau Moyo, Pantai Ai Manis, Liang Petang, dan Teluk Saleh.
Sedangkan kebudayaan dan kesenian yang ada
di Pulau Sumbawa beraneka ragam, seperti Upacara Nyorong, Musik Tradisional,
Ragam Ansambel Musik yang meliputi Ansambel Musik Gong Genang, Ansambel Musik
Ketong Kasalung, dan Ansambel Musik Kolaborasi dan Kontemporer, Main Jaran,
serta Berapan Kebo.
SARAN
Menurut Saya, kebudayaan merupakan bentuk
dan kreasi masyarakat penduduk yang memiliki ciri khas tentang kebudayaan
tersebut. Adapun kebudayaan daerah tersebut sudah sejak lama dikenal dan
dilakukan sehingga telah menjadi suatu tradisi yang dilakukan secara
turun-temurun dikalangan masyarakatnya dan dari kebudayaan tersebut patut bisa
dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat daerah itu sendiri.
Maka marilah kita sebagai masyarakat harus
menyadari bahwa lingkungan alam yang berada disekitar kita khususnya Pulau
Sumbawa adalah keindahan alam yang harus dijaga dan dilestarikan. Dengan
menjaga dan merawatnya agar tetap indah, maka Indonesia akan lebih terkenal dan
akan menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi Pulau
Sumbawa.
Tidak ada komentar